Langsung ke konten utama

TARMIDI PAHLAWAN SAMARINDA

Ditepi bantaran bibir Sungai "Karang Mumus" dan di antara Jembatan Tiga dengan Jembatan Baru, di ujung jalan ada bertuliskan Plang nama  jalan yang dipasang oleh pihak pemkot kota Samarinda ,bertuliskan "TARMIDI"

Nama Jalan TARMIDI 

SIAPAKAH TARMIDI ITU ?

Dari hasil penelusuran,Pencarian  kemudian pertemuan komunitas Jelajah-History Of Samarinda dengan pihak keluarga keturunan TARMIDI lalu di ceritakan kisah Sebagai berikut : 

Kisah ini berdasarkan hasil wawancara langsung Komunitas History of Samarinda di tahun 2017 dengan narasumber : 

Hj. Salamah (adik kandung Tarmidji ) dan Sidieq bin Sabri (keponakan Itar).

Di masa hidupnya Hj. Salamah berdomisili/beralamat di jalan Damanhuri Gang Ogok, Bhineka 6.

Hj. Salamah Meninggal dunia di tahun 2019 yang lalu.

Hajah Salamah binti Imat
(Adik Tarmidi)


SUKELUMIT TENTANG KELUARGA TARMIDI


Cerita dimulai dari keluarga Imat.

Keluarga Imat bersuku Banjar asli, tepatnya berasal dari daerah Pulau Wanin, di daerah sekitar Panggung, Paringin, Kalimantan Selatan yang berpindah ke Samarinda.

Jauh sebelum Proklamasi  kemerdekaan Republik Indonesia dikumandangankan , keluarga Imat ini telah lama  bertempat tinggal di daerah Solong (sekarang Jalan Damanhuri) Samarinda. 

Imat bin Abdul beristrikan seorang perempuan bernama Biduri binti Itaw.

Pekerjaan Imat adalah bertani, berkebun dan mempunyai banyak sekali kebun Nyiur (kelapa) di sekitar rumahnya.

Keluarga ini mempunyai beberapa anak, yakni :


1.   H. Zakaria bin Imat

2.   Pamuni bin Imat 

3.   Kartasiyah binti Imat 

4.   Tarmidji bin Imat (Itar)

5.   Ladri bin Imat 

6.   Sabri bin Imat (Isab), 

7.   Hudari bin Imat, 

8.   H. Syukri bin Imat 

9.   Hj. Salamah binti Imat 

10. Siti Aminah binti Imat.


Tarmidi alias Tarmidji (Itar)  diperkirakan  lahir sekitar tahun 1915 dilahirkan di sebuah rumah Kayu biasa di daerah Solong-Samarinda (kalau sekarang, rumah tersebut disekitar Masjid Nurul Huda, jalan Damanhuri, Samarinda). 

Dikisahkan oleh  Hj. Salamah  bahwasanya Tarmidji atau Itar , adalah sosok seorang pemuda yang sangat populer di Kampung Solong dan sekitarnya, berperawakan sedang, bertubuh gempal, berkulit putih, agak pendiam, berprilaku sifat yang sangat baik.

Kebiasaan TARMIDI di kesehariannya adalah gemar memakai topi mirip caping ,selain itu beliau juga merupakan seorang guru Kuntau (seni bela diri khas Banjar) di daerah sekitar Sungai Pinang.

Sedangkan pekerjaan mula-mula Tarmidji adalah bertani (behuma), menanam Padi ,,akan tetapi ketika terjadi pergolakan di awal kemerdekaan di tahun 1945' Tarmidji pun ikut berjuang bersama pejuang-pejuang lainnya.

Sekitar masa peralihan penjajahan Jepang dan awal kemerdekaan 1945 Tarmidji pun menikah dan berkeluarga. 

Dikisahkan bahwa Tarmidji pernah menikah sebanyak 3 kali. Rumah tempat tinggalnya pun berpindah-pindah.  Selain di Solong pernah bertempat tinggal di daerah Sungai Pinang (kalau sekarang rumahnya disekitar simpang perempatan jalan Lambung Mangkurat, Wisma Citra atau disekitar toko percetakan undangan Djogja Desain).

Tarmidji bin Imat pernah mempunyai seorang istri bernama Dapak dan memiliki seorang orang anak perempuan bernama Iram (sayangnya keduanya telah meninggal dunia) yang bertempat tinggal di rumah mertuanya di daerah Gunung Jabung (Sekarang jalan Kemakmuran) Samarinda.

Tidak banyak informasi tentang keluarga Tarmidji, istri dan putrinya yang bernama Iram.

Anaknya bernama Iram (Mak Iram) telah meninggal dunia sekitar tahun 2002 yang lalu dan bertempat tinggal terakhir di daerah gunung Jabung dekat Pura jalan Sentosa sekarang.


 

    KISAH PERJUANGAN TARMIDI 


Kisah Perjuangan bermula dari rapat yang terjadi pada awal tahun 1947 di daerah Solong yang dihadiri oleh para pejuang dirumah Muhammad (orang tua dari alm. Muhammad Nandan, yang pernah menjadi kepala kampung Sungai Pinang Dalam). 

Dalam rapat tersebut dihadiri juga oleh pejuang H. Damanhuri (yang datang dari Kalimantan Selatan melalui jalur Handil Baru, Sanga-Sanga, sampai ke  Solong). Setelah rapat di Solong, para pejuang langsung bergegas berjalan kaki menuju ke puncak Gunung Manggah dan dari arah Sambutan  kemudian  bergabung dengan pasukan Herman Roentoerambi.

Ketika menuruni Gunung Manggah, dari jarak jauh para pejuang melihat konvoi atau iring-iringan mobil Jeep Willy’s para penjajah Belanda dan antek-anteknya. 

Terjadilah peristiwa  serbuan dari pihak Belanda di Markas persembunyian pejuang di daerah Sambutan, kampung di obrak-abrik ,,rumah penduduk yang  dianggap mencurigakan diperiksa. 

Pasukan KNIL Belanda, dan dengan keangkuhannya sambil menentengkan /pamerkan senjata lengkap ' menakut-nakuti kepada warga kampung Sambutan .

Didalam peristiwa itu ada beberapa pejuang melakukan perlawanan walau dengan senjata seadanya. 

Terjadilah kontak pertempuran  yang tidak sebanding antara para pejuang dengan penjajah Belanda. Kebanyakan para pejuang  hanya menggunakan senjata parang dan mandau, hanya sedikit pejuang yang menggunakan senapan atau pistol pada saat itu.

Dalam pertempuran tersebut, Tarmidji telah berhasil menghujamkan Senjatanya kearah musuh hingga ada menewaskan beberapa orang Belanda,, walaupun hanya menggunakan parang atau mandaunya, Tamidji memang mempunyai ilmu kebal dan ahli bela diri , akan tetapi ketika disaat kopiah Tarmidji tertembak dan lalu kopiahnya terlempar jatuh, peluru Belanda akhirnya berhasil menembus bagian perut lalu Tarmidji pun jatuh tersungkur kemudian gugur. 

Setelah tewas' mayat  Tarmidji diseret dan dibuang oleh antek-antek penjajah ke Sungai Karang Mumus, tepatnya di Jembatan Dua (Sungai Dama), Mayat Tarmidji dengan terikat tali mengapung disungai selama 2 hari.

Pada saat itu tidak ada satu pun dari pihak keluarga yang berani mengakui bahwa Tarmidji adalah keluarganya,  dikarenakan ketakutan kalau-kalau akan ditangkap dan dibunuh juga oleh pihak penjajah, 

Setelah tidak ada satu pun pihak keluarga yang mengakui dan mengambil jenazah pejuang Tarmidji, akhirnya masyarakat sekitar memakamkan beliau di sekitar belakang Rumah Sakit Umum atau Rumah Sakit Jiwa (RSJ), daerah Selili Samarinda. 

Peristiwa tewasnya Tarmidji ini terjadi pada 6 Januari 1947,Pada saat itu diperkirakan usia Tarmidji berkisar sekitar 30-an tahun.



Beberapa tahun kemudian setelah kedaulatan Republik Indonesia  pada tahun 1950 an, pihak pemerintah daerah akhirnya mengetahui bahwa ada jenazah Seorang pejuang yang bernama Tarmidji dimakamkan dibelakang Rumah Sakit Jiwa daerah kawasan gunung Steling, 

 Selanjutnya  pemerintah memindahkan kerangka jenazahnya menuju ke Taman Makam Pahlawan lama yang berada di Jalan Yacob atau Kesatriaan (Sekarang jalan Mutiara) yaitu  ke Taman Makam Pahlawan Ratna Kentjana .

Kemudian di era zaman pemerintahan Walikota Kadrie Oening sekitar tahun 1969 jenazah pejuang Tarmidji digali lagi kemudian dipindahkan ke Taman Makam Pahlawan (TMP) Kusuma Bangsa ,sampai dengan sekarang ini.

Makam Tarmidji (Itar) di TMP Kesuma Bangsa kota Samarinda

Tarmidji alias Tarmidi dan disapa kesehariannya dengan nama "Itar" ,adalah Pemuda Samarinda bertempat tinggal di Kampung Solong ,yang berani mengorbankan jiwa dan raganya demi mempertahankan Kemerdekan Republik Indonesia.

Untuk mengenang Atas peristiwa di kampung Sambutan ini maka  pemkot kota Samarinda mendirikan sebuah Tugu Monument perjuangan yang di sebut PALAGAN


Tugu Palagan di Sambutan
(Areal Lokasi Tewas'nya TARMIDI )



KISAH ISAB  MEMBUNUH MATA-MATA BELANDA

Sabri bin Imat (Isab) merupakan adik Tarmidji bin Imat atau anak ke-4 dari keluarga Imat.

Dalam pertempuran di daerah Gunung Manggah  yang mengakibatkan gugurnya Tarmidji, Isab ikut terlibat dalam pertempuran tersebut. Setelah gugurnya Tarmidji, sang adik Isab yang gusar atas kepergian kakaknya yang ditembak Belanda, Isab merasa wajib meneruskan perjuangan sang kakaknya Tarmidji. 

Pada suatu waktu, Isab dan teman-temannya melihat 2 orang antek yang merupakan mata-mata Belanda melintas di daerah Solong, lalu dibunuhlah kedua pengkhianat tersebut. Mata-mata tersebut dibunuh dengan cara terlebih dahulu dipatak (Dibenamkan) dalam sebuah lubang hidup-hidup, kemudian para pejuang menghunuskan mandau-mandau mereka kearah mata-mata tersebut (lokasi lubang sudah diketahui oleh Tim Jelajah-HoS, tapi perlu penelusuran yang lebih teliti lagi). Penjajah Belanda, yang pada saat itu masih ingin menguasai bumi Kalimantan Timur.

Militer KNIL Belanda  mengetahui aksi pembunuhan tersebut dan langsung menangkap Isab bin Imat. Selanjutnya Isab dibuang ke Jakarta dengan menggunakan kapal Batu bara, dengan kondisi kedua kaki dirantai dan dibawa ke Jakarta, kemudian Isab bin Imat ditahan di penjara Cipinang dan dijatuhi hukuman seumur hidup. Selama didalam penjara, Isab kerap mendapat siksaan dari penjaga atau sipir penjara yang mengakibatkan Isab menjadi tuli. Tak banyak yang bisa dilakukan Isab selama didalam penjara kecuali berdoa, apalagi mengingat seluruh keluarga berada di Samarinda.

Sabri bin Imat (Isab)


Setelah hampir 4 tahun lamanya Isab mendekam di penjara, Allah SWT mempunyai kehendak lain, terjadilah pengakuan kedaulatan Republik Indonesia dari Kerajaan Belanda, yang berarti pemerintahan sepenuhnya akan berada di tangan Republik Indonesia. Menyadari Indonesia telah merdeka secara penuh, Isab sangat gembira meski masih di dalam penjara Cipinang. 

Isab bin Imat langsung menyambutnya dengan menaikkan bendera Merah Putih di atas pohon nangka, di bagian belakang penjara Cipinang. Beruntunglah nasib Isab bin Imat, beliau akhirnya dapat dipulangkan ke Samarinda dan berkumpul kembali dengan keluarganya. Sabri bin Imat meninggal dunia pada tahun 1989 (usia 70 tahun) di Samarinda dan dimakamkan di Perkuburan Muslimin jalan Merdeka Samarinda. 



Selesai.


#Catatan:

Masih berupaya untuk mencari foto wajah Tarmidji dari pihak keluarga. 

Tulisan ini pun masih dalam tahap penyempurnaan nantinya setelah mendapat informasi tambahan dari pihak keluarga lainnya.


 Terima kasih.



Wasalam

Sumber Informasi Narasi  & data : Normaya Sari . P (Cucu sepupu Tarmidi)




Penulis : Fitriansyah Wi

Penyusun : Edy Yan 











Komentar

  1. Koreksi Pamuni (ayahnya Asmuni) orangnya sama dengan H. Zakaria bin Imat.
    Saya, cucu H Zakaria

    BalasHapus
    Balasan
    1. ulun cucunya hj.salamah, rindu skali lwan nenek🥺

      Hapus
  2. Masya Allah kai itar dan kai isab
    Dulu kai ulun Haji syukri sering menceritakan kai itar, dan kai sering bercerita perjuangan mereka termasuk kai hudari saat melawan penjajah Belanda, di antara mereka yg gugur saat berjuang kai itar
    Alm Haji syukri mendapat sk veteran (pejuang) dan mendapat uang tunjangan veteran (pejuang) dari pemerintah
    Dulu di dinding kamar Sidin penuh senjata2, berbagai parang dll, di antara parang2 itu ada yg masih menyisakan bercak bekas darah
    Sayangnya saat Sidin menceritakan history dari senjata2 itu ulun kd menyimak dgn baik 😅

    BalasHapus

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

RIWAYAT PEMBANGUNAN TAMAN MAKAM PAHLAWAN SAMARINDA

Sebagai Monumen untuk mengenang para jasa para pahlawan dari perjuangan Fisik melawan kekuasaan penjajah . Dengan di proklamirkannya kemerdekaan Republik Indonesia oleh Soekarno dan Muhammad Hatta 17 agustus 1945, maka sepatut dan sewajarnya rakyat Indonesia dari Sabang sampai Merauke serentak berjuang dan bangkit mempertahankan kemerdekaan itu, baik perjuangan melalui  politik, diplomasi maupun dengan berjuang dengan fisik dengan kekuatan senjata. TMP Ratna kencana di antara Jln . Yakob atau di Jalan Kesatriaan (Sekarang jln Mutiara) Samarinda tahun 1967 Dok : Djunaid Sanusi Usaha mempertahankan kemerdekaan ini terjadi pula di daerah Kalimantan Timur , disamping melalui perjuangan politik dengan berdirinya Ikatan Nasional Indonesia (INI) ,FONI di Balikpapan yang pada akhirnya INI menjadi PNI di Samarinda ,di seluruh wilayah Kaltim tumbuh gerakan dibawah Tanah (Ondergrondse actie). Dengan adanya beberapa kali terjadi kontak senjata dengan para penjajah ,tidak sedikit kor

WAHEL TANTAWY

Tokoh Pejuang di Kalimantan Timur yang terlupakan Wahel Tantawy lahir di Banjarmasin pada tahun 1915 dari rahim ibunya yang bernama BINTANG  TALIYU dan Ayahnya Bernama  MAT  SALEH Pada tahun 1928 Wahel Tantawy masih bersekolah di Holland Inlandsche School  (H.I.S) Banjarmasin, dengan semangat persatuan dan kesatuan bangsa pada dirinya yang dikuatkan dengan Lahirnya  "SUMPAH PEMUDA" pada tahun 1928. Sebelum tugas misi Militer Rahasia di Kalimantan Timur yang dilaksanakan oleh Wahel tahun 1947,  Pada tahun 1929 ' di Saat masih belia, berusia belasan tahun ,di masa penjajahan Belanda  Wahel Tantawy  sudah pernah berada di Samarinda dibawa oleh keluarganya. Dimasa mudanya tahun 1929-1940 Wahel  Tantawy aktif diberbagai Organisasi gerakan kepemudaan di Samarinda Seperti  : 1. KEPANDOEAN BANGSA INDONESIA (K.B.I)  2. PEMOEDA PANVINDERS ORGANISATIE (P.P.O Samarinda ) 3. PERSATUAN PEMOEDA INDONESIA (PERPI)  dll. Tahun 1932 Atas petunjuk kawan yang bernama HORAS SIREGAR yang

Ulama Samarinda Tempo doeloe ( KH. USMAN IBRAHIM )

Ulama kelahiran Kandangan ( Kalimantan selatan ) pada 12 April 1918 ini, sempat 10 tahun lamanya bermukim di tanah suci Mekah untuk menimba ilmu agama. Pada usia 10 tahun  Saat belajar di Madrasah As Syafi’iyah Kandangan, beliau sudah memperlihatkan bakatnya dalam membaca Al Quran. Atas dasar bakat itulah maka orang tuanya mengirim Usman Ibrahim ke Mekah untuk mempelajari lebih dalam tentang ilmu Al quran. Dalam usia yang tergolong sangat muda, ulama yang akrab dipanggil tuan guru ini, sudah menguasai ilmu Tajwid Al Quran. Bahkan beliau disegani  para ulama karena ketika itu orang yang hapal bacaan Al Quran terbilang sangat langka. Almarhum merupakan salah seorang ulama yang hafal dan fasih membaca Al Quran di Samarinda setelah almarhum KH. Abdur Rasyid. Pada tahun 1942, bersama orang tuanya Hijrah ke Samarinda, Di Samarinda  beliau menikah dengan Siti Aisyah yang kemudian dikaruniai 3 orang putra dan 5 orang putri. Sambutan masyarakat dari berbagai kalangan pun tern