Langsung ke konten utama

Postingan

Menampilkan postingan dari 2016

MUSO SALIM

Muso Salim adalah pejuang yang berasal dari daerah Muara kaman ( Kalimantan Timur ), beliau mempersatukan diri kedalam rombongan pejuang yang 70 orang itu, yang di SABINTULUNG sudah mengikat diri masing-masing menjadi satu ikatan, satu tujuan dan satu tindakan. Dalam jumlah keluarga besar yang bermukim untuk sementara di tempat itu, di sediakanlah tempat untuk mereka misalnya :  Penduduk Sabintulung bergotong royong membuat pondok-pondok untuk pejuang yang 70 tersebut, Pondok-pondok tersebut sengaja di buat di dalam hutan , tetapi tidak jauh dari perkampungan warga dan lokasi ini sangat tersembunyi dan sukar diketahui karena tersembunyi. kalau siang hari pasukan Merah putih tinggal di pondok-pondok itu untuk bersembunyi, sedangkan kalau malam hari para pejuang itu agak leluasa menempati rumah-rumah yang telah disediakan di kampung yang berdekatan.  

SAMARINDA SEBELUM PERANG DUNIA KE 2

Tahun 1930 Jauh sebelum tahun 1930-an Samarinda hanyalah merupakan sebuah kota kecil, yang hanya dipimpin oleh Asisten Residen Belanda yang mempunyai wewenang sebagai wakil dari pemerintah Hindia-Belanda .  Dari sini kapal-kapal Kroninklijke Paketvaarts Maatschappij (KPM) secara teratur waktunya mengangkut keluar daerah hasil-hasil hutan. Ikan asin,minyak kelapa, dan lain-lain hasil bumi.  Dari pelabuhan Balikpapan di ekspor minyak bumi dari yang kasar sampai kepada yang tinggi kwalitas dan mutunya. Untuk timbal baliknya memenuhi kebutuhan daerah, kapal-kapal tersebut kembali dengan membawa bahan makanan , tekstil , barang kelontongan dan lain-lainnya. Penduduk asli Kalimantan Timur adalah juga penduduk asli Kalimantan, yaitu suku Dayak. suku ini juga terbagi lagi dari berbagam macam, misalnya suku Dayak Bahau, Iban , Kenyah , Punan dan lain-lain. Suku Banjar berasal dari Kalimantan selatan yang juga , yang sudah turun-temurun mendiami daerah ini. Suku Bugis berasal dari pulau

PERISTIWA TELUK LERONG SAMARINDA 1947

PERANG GERILYA DI SAMARINDA P ada suatu malam di  tanggal 25 Januari 1947 , para pejuang  Perebut kemerdekaan di Samarinda bergerak dalam jumlah yang cukup besar menuju  arah kampung Teluk Lerong untuk mendatangi salah satu rumah di Gunung Habang yang diduga akan melakukan sebuah pesta. Pasukan gerilya berjumlah kira-kira 30 orang telah sampai ke Lokasi,, kawan-kawan pejuang mereka sambil merayap di jalan mereka sangat berhati-hati dan waspada dalam melakukan penyerangan ini .      D i antaranya  pejuang tersebut terdapat nama-nama seperti Thahir Timor, Sandiau, Edjek, Herman Roentoerambi, Bantjet, Darham, Madi kawis, Djohan, Basri, Sarigadin, Sehan, dan lain-lain.            Ini gambar  Rumah eks Peristiwa Teluk Lerong (Gambar tahun 1977)         Sebagaimana biasa EDJEK ( ex Mantan anggota M.P di Balikpapan ) memegang senjata Thomson, sedangkan Sandiau,  Herman Roentoerambi,  Sulaiman,   Amat Koeyang,  Madi kawis dan Asikin masing-masing memegang  Sten Gun selebihnya m

SAMARINDA DI DUDUKI JEPANG

Berita pasukan Jepang sudah mendarat di Balikpapan sudah diterima di Samarinda. Asisten Residen VAN AARST, Sebagai wakil dari Gubernur yang berkedudukan di Banjarmasin. Pada tanggal 3 Pebruari 1942 , Di pagi hari itu pada bekerja sebagai mana biasa bersama seluruh Staf nya. hanya saja persiapan penyerahan kekuasaan sudah dilakukan.sebuah peta, sebuah berkas dan sebuah tas berisi dokumen-dokumen penting, seikat kunci , seluruh bawahan yang dikumpulkannya dikatakan bahwa mungkin sore nanti tentara Jepang sudah memasuki Samarinda dan mereka harus menunggu kedatangannya itu, dan menyerahkan kekuasaan sebagaimana mestinya sikap sebuah pemerintahan yang kalah terhadap yang menang berperang. bilamana tentara Jepang sungguh-sungguh memegang Undang-undang Internasional, maka mereka akan selamat. Tetapi bila benar militerisme Jepang adalah Fasis, Ya., dan Samarinda  akan tau sendiri bagaimana nantinya. Gambar Kantor pusat Jepang di Samarinda tahun 1945  Memang benar pasukan y

Ulama Samarinda Tempo doeloe ( KH. USMAN IBRAHIM )

Ulama kelahiran Kandangan ( Kalimantan selatan ) pada 12 April 1918 ini, sempat 10 tahun lamanya bermukim di tanah suci Mekah untuk menimba ilmu agama. Pada usia 10 tahun  Saat belajar di Madrasah As Syafi’iyah Kandangan, beliau sudah memperlihatkan bakatnya dalam membaca Al Quran. Atas dasar bakat itulah maka orang tuanya mengirim Usman Ibrahim ke Mekah untuk mempelajari lebih dalam tentang ilmu Al quran. Dalam usia yang tergolong sangat muda, ulama yang akrab dipanggil tuan guru ini, sudah menguasai ilmu Tajwid Al Quran. Bahkan beliau disegani  para ulama karena ketika itu orang yang hapal bacaan Al Quran terbilang sangat langka. Almarhum merupakan salah seorang ulama yang hafal dan fasih membaca Al Quran di Samarinda setelah almarhum KH. Abdur Rasyid. Pada tahun 1942, bersama orang tuanya Hijrah ke Samarinda, Di Samarinda  beliau menikah dengan Siti Aisyah yang kemudian dikaruniai 3 orang putra dan 5 orang putri. Sambutan masyarakat dari berbagai kalangan pun tern

GEDUNG NASIONAL SAMARINDA

       kalau mengungkap sekedarnya sejarah gedung Nasional , maka kurang lengkap rasanya, kalau tidak terlebih dahulu mengetahui salah-silah perwatasannya atau pertanahan yang diatasnya tempat gedung itu berpijak.        Perwatasan itu dahulunya hanya tanah kosong milik  dari Abdoel Hamid, cranie pada perusahaan batu bara OBM (Oost Borneo Maatscappij) di Loa kulu , sebuah kampung termasuk dalam lingkungan kota Tenggarong Kutai Kertanegara. Bangunan Lama Gedung Nasional Samarinda        Kalau sejenak kita pikirkan , Pada waktu itu mendirikan Gedung Nasional . , tidak begitu saja Belanda mau menyerahkan tanah negara kepada suatu Badan pergerakan rakyat yang berbau politik, kalau tidak perwatasan itu sudah ada bumi putera yang empunya. Gambar Gedung Nasional  Samarinda tahun 1950 an (Dok Wahel Tantawy)        Untuk gedung nasional perwatasan itu telah tersedia atas teloransi yang punya perwatasan tadi (Lokasi batas tanah Gedung Nasional), tinggal balik nama saja. Lal

SEJARAH BANK KALIMANTAN

MENDIRIKAN BANK PERJUANGAN.           Pada akhir tahun 1947 saudara Wahel Tantawy menghubungi Abdoel Moetalib ( Pembantu Residen Republik indonesia Bogor/Banten,  Anggota dewan pertahanan daerah Keresidenan Bogor/Banten dan pimpinan Badan Accountancy daerah-daerah tersebut sejak Oktober 1945 )  Yang pada saat itu dengan sangat bersusah payah untuk mendapat izin keluar dari daerah Jawa Barat untuk berkunjung ke Samarinda, dengan keperluan menjenguk keluarga ,,selama perang dunia kedua belum pernah ketemu. Padahal tujuan utama sebenarnya adalah untuk melakukan Observasi perjuangan di Kalimantan Timur dan memberikan pendapat-pendapat yang perlukan untuk mengintervensikan perlawanan terhadap kekuasaaan NICA Belanda.           Hal ini telah diketahui oleh Wahel Tantawy bahwa kesempatan ini dipergunakan oleh Abdoel Moetalib  untuk sambil menyelam minum air. Kedatangan Abdoel Moetalib ke Samarinda dibayangi oleh alat NICA Belanda dan sesudah berada di Samarinda  oleh Kepolisian setemp